Jalan Menuju Surga
Karya: Syiffa Octariyani Sasmita
Untaian permata bening mulai
menggenang diatas sebuah gundukan tanah yang masih merah. Semerbak bau mawar
dan kenanga diatasnya merayuku membayangkan bau surga. Rajutan tangis dan doa
dari orang disekelilingku mulai terdengar seperti sebuah melodi layu.
Kususuri sebuah nama yang terukir
disebuah batu nisan yang tertancap diatas makam itu, Renaya Amalia Adirja.
Seiring mengalunnya lantunan doa yang dibacakan oleh pak ustadz yang berdiri
tak jauh denganku, saat itu pula kenangan tentang sahabatku mulai mengoyak
kembali ingatanku.
***
Kulirik jam tangan Gucci hitam yang
melingkar dilengan kiriku untuk yang kesekian kalinya. Sudah setengah jam aku
berdiri dipinggir jalan, tak biasanya ia tidak tepat waktu seperti ini. Kami
berdua berencana pergi ke toko buku disekitar kota Bandung untuk mencari
beberapa buku untuk tugas disekolah kami.
Tak berapa lama, sebuah Scopy Hitam
melaju mendekati tempatku berdiri. Beberapa meter dariku sudah terlihat sang
pengendara melemparkan cengiran khasnya dengan menampilkan kawat gigi yang kali
ini berwarna abu-abu yang kontras dengan wajahnya yang putih. Saat berhenti
didepanku, ia langsung menaikan kaca helmnya.
“Maaf Win, tadi
macet banget.” Semburnya sambari lagi-lagi menunjukan deretan kawat giginya.
“Macet dimana
kamu Ren? Toh dari rumah kamu ke sini juga gak nyampe 10 menit kan.” Balasku
sambil menekuk muka.
“Ah biasa, macet
didepan TV. Tadi kan ada si Verel diacara gosip. Aku kan jadi gak bisa pindah
dari depan TV. Hehe. Maaf yah Winda.”
“Ah dasar. Kamu
yah, gak bisa liat cowok ganteng dikit langsung aja penyakit lebaynya kumat. Ya
udah gak apa-apa. Yuk kita berangkat, udah mulai siang nih.” Balasku.
Beberapa saat kami menuju salah satu
toko buku di jalan Palasari. Selama menuju tujuan, jika biasanya dia tidak bisa
menahan untuk tidak membicarakan pacar atau pun apa saja yang ada dipikirannya,
tak biasanya Rena sangat pendiam. Dia hanya berbicara seperlunya saat aku
tanya.
Tak lama kami sampai disebuah toko
buku langganan kami. Langsung saja kami berpencar untuk mencari buku tujuan
kami. Aku langsung menuju lantai atas untuk mencari buku untuk tugasku.
Sedangkan Rena masih dilantai bawah di rak novel dan komik. Memang maniak
komik, gerutuku dalam hati.
Setengah jam kemudian, aku sudah
menemukan buku yang aku cari. Saat aku mencari Rena di sekitar rak novel dan
komik, tenyata aku tidak menemukannya. Aku coba untuk menghubungi handphonenya,
tapi sepertinya dinonaktifkan. Butuh beberapa saat untuk mecarinya ditoko buku
besar seperti ini. Akhirnya aku menemukannya di sekitar rak muslim dan islam.
“Tumben kamu ada
sekitaran sini. Biasanya aja ada dipojokan ruangan buat baca komik gratis.”
Candaku, tapi ternyata dia tidak tertawa sama sekali.
“Iya nih, lagi
kepengen baca-baca disini. Udah dapet bukunya?”
“Udah nih. Cepet
pulang yuk, udah mulai penuh disininya.” Kataku.
Kami pun kembali menuju rumah yang
melewati depan rumahku. Tapi tidak tahu kenapa, rasanya aku sangat tidak ingin
berpisah dari sahabatku yang satu ini. Saat sudah turun dari sepeda motornya,
aku sudah berpamitan dan hendak menyebrang saat dia memanggilku kembali.
“Eh tunggu Win,
nih buat kamu. Pokoknya, kalo kamu liat atau baca ini, kamu harus inget aku
yah.” Kata Rena dengan wajah berseri-seri.
“Apaan ini?
Kapan kamu belinya? Kok kayanya aku gak liat sih?” Kataku keheranan.
“Haha, masa iya
mau ngasih kejutan mesti bilang dulu sih. Udah yah, aku mau pulang dulu.
Assalamualaikum.”
“Makasih
Reni-chan. Hati-hati ya. Waalaikumsalam.”
Setelah Scopy Rena mulai melaju, aku
menunggu sebuah truk pengangkut batu yang melintas didepanku untuk menyebrang
jalan menuju ke rumahku. Setelah sampai disebrang, aku mendengar suara orang
berlarian dan berteriak-teriak kearah truk pengangkut batu tadi pergi. Aku
melirik ke arah orang berlarian tadi. Penasaran, aku mendekati sebuah kerumunan
orang yang sedang melihat sesuatu. Astagfirullah, apa yang aku lihat disana
adalah seseorang dengan Scopy hitam sedang terbujur tak bergerak bergelimangan
darah disekitarnya. Rena.
***
Setelah pemakaman selesai, aku
menuju kerumahku. Aku langsung mengunci diri dikamar untuk menenangkan diri.
Saat aku melihat kearah meja belajar, disana tergolek sebuah buku bersampul
hitam dengan judul “Jalan Menuju Surga” dari Rena sahabatku.
0 comments:
Post a Comment